PERBANDINGAN TOL TENGAH LAUT DAN HIGH SPEED TRAIN JAKARTA – SURABAYA


PENULIS : MUHAMMAD NANANG PRAYUDYANTO dan ANUGRAH ILLAHI

Dunia kontruksi Indonesia terkejut ketika muncul usulan kontroversial Menteri BUMN menginisiasikan pembangunan jalan tol diatas laut sepanjang Pantura Jawa, mulai Jakarta sampai Surabaya sepanjang 700 km. Kontroversial karena ide ini dianggap sebagai upaya ide manis menjelang Pemilu, namun pada sisi lain juga ingin ditunjukkan kemampuan putra terbaik bangsa dalam dunia konstruksi sekaligus mencari cara baru akibat jalan nasional Pantura yang selalu bongkar pasang menjelang Hari Raya Iedul Fitri. Bukti telah terbangunnya jalan tol Bali Mandara diatas laut sepanjang 12,7 km dimana 10 km nya diatas laut menjadi master piece jalan tol sekaligus arsitektur lansekap, memunculkan semangat  berkarya dalam alam tantangan. Pertanyaan yang dimunculkan kemudian, realistiskah jalan tol diatas laut sepanjang 700 km dengan keberhasilan 12,7 km? Tantangan apa saja yang dihadapi? Apakah ada investasi lain  yang sebanding dan potensial untuk dikembangkan di koridor Pantura Jawa dalam  jangka dekat, atau 5 tahun kedepan?

Jalan Tol diatas Laut 700 km Realistis?

Jalan tol pertama di Indonesia dibangun adalah Tol Jagorawi pada tahun 1978. Namun tol diatas laut pertama adalah Tol Bali Mandara yang dibangun oleh sindikasi perusahaan BUMN tahun lalu. Jalur Pantura Jawa memiliki peran sebagai poros ekonomi dengan intensitas beban yang sangat tinggi dan menjadi urat nadi utama transportasi darat, karena setiap hari dilalui 20.000-70.000 kendaraan per hari.

Pembangunan jalan tol yang direncanakan meteri BUMN Dahlan Iskan in terkesaan ambisius ditengah situasi politik yang berkembang saat ini, keberhasilan pembangunan jalan tol Bali mandara belum dapat dijadikan indikator dalam keberhasilan pembangunan jalan tol tengah laut yang mencapai 700 km, ditengah banyaknya pilihan moda transportasi lain seperti kereta api cepat yang dinilai lebih realistis untuk di kembangkan.

Dari sisi konstruksi pembangunan jalan tol tengah laut  tidak membutuhkan banyak pembebesan lahan, namun dari proses pembangunan akan merusak ekosistem laut selama proses pembangunan, dan meningkatkan resiko kecelakaan karena kelelahan diperjalanan. Masalah lain adalah meningkatkan kepemilikan kendaraan bermotor, layaknya gula dan semut penyediaan jalan tol merupakan pemikat bagi tumbuhnya kendaraan pribadi, yang sampai di suatu titik akan mencapai puncak dimana jalan tol tersebut tidak mampu lagi melayani perjalanan di pulau jawa, terlebih jumlah kendaraan pribadi akan tumbuh pesat di kota-kota metropolitan seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya yang mengakibatkan kemacetan di kota-kota tersebut.

Nilai subsidi indonesia di tahun 2012 mencapai Rp 346,4 triliun atau 34,33 persen dari belanja pemerintah pusat. Tak kurang dari 61,17 persen dari total subsidi dialokasikan untuk BBM (Rp 211,9 triliun) dan 27,30 persen untuk listrik (Rp 94,6 triliun). Subsidi pangan, pupuk, benih, kredit program, dan lain-lain hanya Rp 39,9 triliun atau 11,53 persen dari total subsidi. Proporsi subsidi BBM yang besar ini akan semakin meningkat dengan pembangunan jalan tol Jawa ini, hal ini sangat tidak sesuai dengan semangat proklamator bangsa yang memfokuskan pada kesejahteraan kehidupan bangsa, bukan kesejahteraan kehidupan masyarakat kaya saja.

Kereta Api Cepat Argo Cahaya

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang  semakin meningkat dengan taret pertumbuhan 12% di tahun 2025 yang menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian dunia, transportasi menjadi sarana mutlak untuk menunjang kebutuhan tersebut. Rencana  untuk membangun jaringan kereta cepat (High Speed Rail) di pulau Jawa Indonesia sebetulnya terlambat dibanding negara-negara lain di eropa yang telah mengalami kesuksesan seperti Belgia, Jerman, Itali, Belanda, dan Spanyol yang tergabung dalam EU (European Union) yang telah beroperasi sebanayak 6600 km, dan sepanjang 2.350 km dalam tahap konstruksi dengan kecepatan mencapai 250 km/jam.

Rencana KA Super Cepat yang melayani perjalanan Jakarta menuju Surabaya dan sebaliknya  diberi nama kereta api super cepat Argo Cahaya ini melayani rute sepanjang 685km, dan dapat ditempuh dalam waktu 2 jam 53 menit dengan kecepatan maksimal mencapai 300km/jam dan rata-rata  250 km/jam. Jumlah gerbong kereta Argo Cahaya mencapai 8-12 dan akan mampu mengangkut 600 penumpang, dari studi awal diperkirakan bahwa biaya konstruksi per kilometenya mencapai Rp 261 miliar/km atau sekitar € 18 juta tergolong biaya yang murah di banding kereta cepat Channel Tunne rail Link di UK yang mencapai € 70 juta, dan HSL ZUid dengan biaya pembangunan mencapai  € 48 juta.

Jalur HSR dan Komparasi Biaya

Perbandingan HST dan Tol Tengah laut

Pembangunan jalan tol akan memberikan dampak penggunaan energi BBM yang semakin meningkat, hal ini sangat bertentangan dengan ketahanan energi kita saat ini enggan subsidi BBM yang tinggi saat ini. Proporssi pengunaan per liter bbm melayani perjalanan sekitar 12 km atau sekitar 57 liter untuk Jakarta-Surabaya. Jika jumlah  kendaraan per hari mencapai 50.000 kendaraan per hari, tidak kurang membutuhkan 2,85 juta  liter setiap hari bahan bakar minyak.

Dari segi waktu perjalanan penggguanan Jalan tol memakan waktu perjalanan mencapai 10 jam, hal ini 4 kali lebih lama dari kereta api cepat yang hanya membutuhkan perjalanan 2,5 jam jika dikalkulasikan penghematan waktu perjalananan ini memberikan penghematan sebesar Rp 3,36 Triliun, dan dari biaya perjalanan memberikan penghematan sebesar Rp 2,7 Triliun. Resiko kecelakaan juga lebih tinggi dibandingkan kereta cepat yang memiliki jalur sendiri dan sudah dibangun secara elevated, dan secara psikis pengguna jalan tol ketika berkendara akan mengalami kelelahan setelah 3 jam dan ini meningkatkan resiko kecelakaan. Berikut beberapa perbandingan antara HST Jakarta – Surabaya dan jalan tol tengah laut, seperti pada  Tabel 1.

Perbandingan HST vs Jalan Tol Tengah LautPembangunan jalan tol tengah laut pada satu sisi mampu menggalakkan potensi pendanaan dalam negeri melalui sindikasi BUMN sedemikian sehingga akan mengalir manfaat secara finansial, hampir 100% kembali ke keuntungan dalam negeri. Keuntungan yang mengalir diantaranya adalah:

  • Teknologi mampu ditangani oleh kontraktor dalam negeri
  • Keuntungan kembali ke domestik
  • Revenue dari pembayaran tol kembali ke keuntungan operator dalam negeri.

Namun Tol Tengah Laut menyisakan kerugian antara lain:

  • Mendorong pertumbuhan kendaraan pribadi
  • Meningkatkan polusi udara
  • Menimbulkan tingginya kecelakaan lalu-lintas
  • Menimbulkan lebih banyak kerusakan ekosistem sekitar pantai.
  • Lebih banyak terjadi pemborosan energi.